KPPU
Buktikan Persekongkolan Proyek e-KTP
Ada
persekongkolan vertikal dan horisontal.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
menyatakan ada persekongkolan dalam tender penerapan KTP Berbasis NIK Nasional
(e-KTP) Tahun 2011-2012. Tindakan haram itu menurut KPPU dilakukan Panitia
Tender, Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), dan PT Astra Graphia Tbk.
Demikian putusan Majelis KPPU, Selasa (13/11).
Dalam putusan tersebut, majelis komisi
membeberkan bentuk-bentuk persekongkolan yang dilakukan antara PNRI dan Astra
Graphia. Seperti persamaan dari jumlahdan produk yang digunakan. Lalu,
persamaan kesalahan pengetikan dalam dokumen penawaran terkait produk Irish
Scanner dari L-1.
Kesamaan itu dinilai majelis sebagai bentuk
konsekuensi dari prinsipal yang sama, yaitu L-1. Sehingga, baik jumlah produk
yang ditawarkan dan kesalahan pengetikan yang sama dalam dokumen penawaran
dimungkinkan terjadi. Persekongkolan penggunaan produk L-1 ini juga diperkuat
dengan tidak adanya persyaratan untuk menggunakan Irish Scanner di awal
tender.
Terhadap inisiatif PNRI dan Astra Graphia
menggunakan Irish Scanner, menurut majelis karenapersyaratan tambahan
penggunaan Irish Scanner lahir kurang dari 24 jam menjelang batas akhir
penyerahan dokumen penawaran ke panitia. Hingga akhirnya, majelis berkesimpulan
bahwa terjadi kebocoran informasi yang dicetuskan oleh panitia tender dan
informasi tersebut disebarkan ke peserta.
Selain terbukti melakukan persekongkolan secara
horizontal, majelis juga menilai telah terjadi persekongkolan secara vertikal.
Antara panitia tender dengan Astra Graphia dan PNRI. Bentuk persekongkolan yang
dilakukan panitia tender adalah memfasilitasi dan mengatur pemenang tender.
Pengaturan pemenang tender salah satunya
dilakukan dengan post bidding terkait ISO 9001 dan 14001 oleh PNRI.
Menurut majelis, post bidding berupa mengubah, menambah, mengganti
dokumen setelah batas waktu pengumpulan berkas berakhir. Hal ini terbukti dari
pemasukan dokumen Surat Keterangan Topaz pada 8 April 2011. Sementara itu,
batas akhir pengumpulan berkas adalah 7 April 2011.
Panitia pun tak luput dari pengamatan KPPU karena
dianggap lalai, terkait strategi bisnis PNRI. BUMN itu mencantumkan harga Rp0
terhadap Irish Scanner yang sebenarnya Rp109 miliar.
“Panitia lalai karena tidak melakukan klarifikasi
atas Rp0 ini. Ini tidak rasional mengingat perusahaan berorientasi profit,” sebut
Anggota Majelis Dedie S Martadisastra. Dia tambahkan majelis berkesimpulan ada
pengaturan harga antara PNRI dengan Astra Graphia sebesar Rp109 miliar.
Tak hanya itu persaingan usaha tidak sehat yang
dikupas KPPU dari tender e-KTP. Bentuk lain adalah penggabungan paket kerja
dari sembilan unit menjadi satu paket pengerjaan. Majelis berpendapat
seharusnya paket tersebut dipecah agar banyak calon peserta potensial dapat
mengikuti proses tender.
Pertimbangan majelis dalam memutuskan telah
terjadi persekongkolan diperkuat dengan diabaikan Peraturan Presiden (Perpres)
No.54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah oleh Panitia
Tender. Bentuk pengabaian adalah panitia tidak memperhatikan Kemampuan Dasar
(KD) dan pengalaman peserta tender. Padahal, dalam Pasal 10 ayat (4) Perpres 54
Tahun 2010 tersebut mempersyaratkan harus memperhatikan pengalaman dan KD suatu
perusahaan. Dan, perusahaan pernah menangani proyek senilai Rp1,2 triliun.
Sementara itu, fakta dipersidangan terbukti bahwa PNRI tidak pernah menangani proyek
tender serupa. Bahkan, PNRI hanya pernah menangani tender senilai puluhan
miliar.
Meskipun dalam pembelaannya, panitia tender
menyatakan tidak mengabaikan Perpres tersebut karena Pasal 19 ayat (1) huruf h
menyatakan pengalaman dan KD tidak diperlukan untuk proyek konsultasi. Namun,
majelis tidak sepakat dengan pendapat tersebut. Menurut majelis, dalil tersebut
tidak logis.
“Untuk itu, menyatakan Panitia Tender telah
mengatur dan memfasilitasi PNRI sebagai pemenang tender. Dan, memutuskan PNRI
membayar denda sebesar Rp20 miliar dan disetor ke kas negara, dan menghukum
Astra Graphia membayar denda sebesar Rp4 miliar,” putus Ketua Majelis Komisi
Sukarmi.
Beda Pendapat
Putusan majelis komisi tidka bulat. Ketua Majelis
Komisi Sukarmi dan Anggota Majelis Nawir Messi tidak sependapat dengan
musyawarah majelis komisi.
Sukarmi berpendapat persamaan produk dan jumlah
produk yang digunakan tidak serta merta membuktikan telah terjadi persaingan
usaha tidak sehat. Begitu juga penambahan persyaratan terkait Irish Scanner.
Menurutnya, penambahan tersebut tidak dilarang
sepanjang mendapat persetujuan seluruh peserta. Lagi pula, penambahan tersebut
hanya bersifat nilai tambah atau alternatif solusi untuk mem-back-up peserta
yang tidak bisa diambil sidik jarinya.
Ketidaksetujuan Sukarmi terhadap putusan majelis
lainnya adalah mengenai harga Rp0 yang diajukan PNRI. Lagi-lagi, menurut
pengajar di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini mengatakan hal tersebut
tidak menjadi soal. Pasalnya, panitia tidak menghitung harga barang per item,
tetapi per paket.
Terkait persoalan penggabungan paket pekerjaan,
Sukarmi juga tidak melihat hal tersebut menjadi masalah lagi. Karena,
perdebatan mengenai penggabungan atau pemisahan paket pekerjaan telah
diselesaikan dalam rapat musyawarah bersama yang dipimpin Menteri Dalam Negeri.
Senada dengan Sukarmi, Nawir Messi juga tidak
sepakat dengan majelis komisi yang mempersoalkan tentang Irish Scanner,
penggabungan paket, dan post bidding. Menurutnya, Irish Scanner hanyalah
solusi untuk antisipasi kesulitan dalam mendokumentasikan sidik jari
masyarakat. Sehingga, persoalan Irish Scanner tidak perlu dipersoalkan.
Mengenai penggabungan paket, Nawir Messi melihat
penggabungan paket tidak serta merta dinyatakan melanggar Pasal 22 UU
No.5 Tahun 1999. Pasalnya, ia melihat ada 11 peserta yang ikut tender dan
sebanyak delapan dinyatakan lolos. Hal ini membuktikan tidak menghambat
persaingan usaha.
Sedangkan kasus ISO dan post bidding,
Nawir Messi menilai persoalan ini belum terungkap secara jelas di persidangan.
Sehingga, pembuktiannya dinilai masih lemah dan dianggap tidak dapat dijadikan
bahan pertimbangan. Menurutnya, terkait kasus ISO, investigator juga tidak
mencantumkan persoalan ISO di Laporan Dugaaan Pelanggaran. “Investigator tidak
menyediakan fakta yang cukup terkait persoalan ini,” pungkas Nawir.
Kuasa hukum PNRI Jimmy Simanjuntak akan
mengajukan keberatan atas putusan ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Salah
satu poin yang hendak dicantumkan dalam memori keberatan adalah terkait post
bidding. “Dalam tubuh majelis saja terdapat perbedaan pendapat mengenai post
bidding ini. Nanti, ini akan saya cantumkan dalam memori keberatan,” respon
Jimmy Usai persidangan.
Sementara itu, kuasa hukum panitia tender e-KTP
Soendoro Soepringgo menghormati keputusan majelis. Ia melihat pembuktian
persekongkolan ini sangat kompleks karena kesalahan administrasi dan persekongkolan
sangat tipis. “Untuk itu, untuk sementara kita terima dulu putusan majelis,”
jawab Soendoro.
Namun, Ia menyayangkan dissenting opinion
tersebut. Pasalnya, perbedaan pendapat tersebut hanya dilakukan oleh dua
majelis hakim dari lima majelis.
Sumber:
Kasus PT
Carrefour Indonesia dan keputusan KPPU
Kasus PT Carrefour sebagai Pelanggaran UU No. 5
Tahun 1999. Salah satu aksi perusahaan yang cukup sering dilakukan adalah
pengambil alihan atau akuisisi. Dalam UU No.40/2007 tentang Perseroan terbatas
disebutkan bahwa hanya saham yang dapat diambil alih. Jadi, asset dan yang
lainnya tidak dapat di akuisisi. Akuisisi biasanya menjadi salah satu
jalan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan. Dalam bahasa
inggrisnya dikenal dengan istilah acquisition atau take over .
pengertian acquisition atau take over adalah
pengambilalihan suatu kepentingan pengendalian perusahaan oleh suatu perusahaan
lain. Istilah Take over sendiri memiliki 2 ungkapan , 1. Friendly
take over (akuisisi biasa)2. hostile take over (akuisisi yang
bersifat “mencaplok”) Pengambilalihan tersebut ditempuh dengan cara membeli
saham dari perusahaan tersebut.
Esensi dari akuisisi adalah praktek jual beli. Dimana
perusahaan pengakuisisi akan menerima hak atas saham dan perusahaan terakuisisi
akan menerima hak atas sejumlah uang harga saham tersebut. Menurut pasal 125
ayat (2) UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menjelaskan bahwa
pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan. Jika
pengambilalihan dilakukan oleh perseroan, maka keputusan akuisisi harus
mendapat persetujuan dari RUPS. Dan pasal yang sama ayat 7 menyebutkan
pengambilalihan saham perseroan lain langsung dari pemegang saham tidak perlu
didahului dengan membuat rancangan pengambilalihan ,tetapi dilakukan langsung
melalui perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan
pemegang saham dengan tetap memperhatikan anggaran dasar perseroan yang diambil
alih.
Dalam mengakuisisi perusahaan yang akan mengambilalih
harus memperhatikan kepentingan dari pihak yang terkait yang disebutkan dalam
UU. No. 40 tahun 2007, yaitu Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan
perseroan, kreditor , mitra usaha lainnya dari Perseroan; masyarakat serta
persaingan sehat dalam melakukan usaha. Dalam sidang KPPU tanggal 4 november
2009, Majelis Komisi menyatakan Carrefour terbukti secara sah dan meyakinkan
melanggar Pasal 17 (1) dan Pasal 25 (1) huruf a UU No.5/1999 tentang larangan
praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.. Pasal 17 UU No. 5/1999,
yang memuat ketentuan mengenai larangan bagi pelaku usaha untuk melakukan
penguasaan pasar, sedangkan Pasal 25 (1) UU No.5/1999 memuat ketentuan terkait
dengan posisi dominan.
majelis Komisi menyebutkan berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh selama
pemeriksaan perusahaan itu pangsa pasar perusahaan ritel itu meningkat menjadi
57,99% (2008) pasca mengakuisisi Alfa Retailindo. Pada 2007, pangsa pasar
perusahaan ini sebesar 46,30%. sehingga secara hukum memenuhi kualifikasi
menguasai pasar dan mempunyai posisi dominan, sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 17 Ayat 2 UU No.5 Tahun 1999.
Berdasarkan pemeriksaan, menurut Majelis KPPU,
penguasaan pasar dan posisi dominan ini disalahgunakan kepada para pemasok
dengan meningkatkan dan memaksakan potongan-potongan harga pembelian
barang-barang pemasok melalui skema trading terms. Pasca akuisisi Alfa
Retailindo, sambungnya, potongan trading terms kepada pemasok meningkat dalam
kisaran 13%-20%. Pemasok, menurut majelis Komisi, tidak berdaya menolak
kenaikan tersebut karena nilai penjualan pemasok di Carrefour cukup
signifikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar